Kisah Warung Makan Plus-Plus
Ilustrasi |
Aku adalah seorang penggemar masakan. Sudah banyak tempat yang kudatangi untuk mencicipi masakannya. Tetapi aku justru tertarik oleh sebuah warung yang kata teman-teman banyak menyediakan berbagai menu, selanjutnya sebut saja warung plus (WP).
Seperti biasa, malam hari sekitar jam 19:00, sepulang kerja aku selalu mencari tempat untuk makan (maklum bujangan), dan aku teringat oleh kata temanku yang baru siang tadi makan di WP. Karena jarak antara kantor dan WP agak jauh maka aku segera buru-buru melarikan mobilku. Sesampainya di sana aku agak bingung, karena begitu banyak mobil dan motor yang parkir. Tanpa pikir panjang kuparkir di tempat yang agak jauh. Mobil yang parkir di situ rata-rata adalah mobil luar kota, kebanyakan plat L dan W. Ketika memasuki WP, di sana ada banyak meja yang kosong, sempat aku berpikir, "Apakah aku salah tempat?"
"Ndhut.." kulihat seorang teman memanggil diriku.
Aku biasa dipanggil Gendhut oleh teman karena perut yang agak menonjol, mungkin karena terlalu banyak makan.
"Gus, ngapain di sini?" tanyaku ke Agus, karena kulihat di mejanya hanya ada sebotol Fanta dan gelas.
"Lagi nunggu," sahutnya.
"Nunggu apa? Makanan?" tanyaku penasaran.
"Lagi nunggu servis," balasnya yang membuatku penasaran.
"Servis apa? Mobil?" tanyaku semakin penasaran.
"Lha kamu mau apa?" Agus balik bertanya.
"Makan," jawabku polos.
"Wah kuno kamu, di sini ada servis selain makan dan minum," balas Agus sambil tertawa.
"Mas, mau pesan apa?" tanya seorang cewek yang sempat membuatku terkejut.
"Eh.. di sini ada apa aja?" jawabku.
"Di sini ada cewek," sahut Agus seraya mengerlipkan sebelah mata kepada cewek tadi.
"Ah.. Mas Agus ini, genit ah.. kan pelanggan baru kalau nggak mau bagaimana?" jawab si cewek agak manja.
"Saya pesan nasi campur dan es jeruk yang lainnya nanti saja," jawabku sambil memperhatikan cewek yang akhirnya kutahu namanya adalah Desi.
Desi adalah pegawai di warung itu, selain cantik juga mempunyai tubuh yang lumayan, tinggi; sekitar 173 cm, kulit; putih mulus, dada; sekitar 36, pinggul; seksi (apalagi kalau berjalan). Sambil makan dan berbincang dengan Agus, baru kutahu kalau si Agus ini sering ke sini, makanya dia berani menggoda Desi. Selesai makan, Agus mengajakku ke sebuah ruangan di dalam warung itu, ruangan itu tidak terlalu lebar tapi sangat panjang dan memiliki banyak kamar dan hanya ada satu pintu untuk masuk dan keluar. Kulihat Agus memasuki kamar pertama, dan ternyata di situ adalah tempat receptionis dan seorang wanita yang sedang menulis-nulis sebuah buku (sepertinya buku administrasi tamu).
"Mbak, ada yang kosong?" tanya Agus.
"Ada, ehm.. mau dua atau satu Gus, atau.. masing-masing dua?" sambil melihat ke arahku.
"Masing-masing satu aja, ini temanku baru pertama kali ke sini," kata Agus.
"Oke, mau yang mana?" tanya wanita itu sambil memberikan foto-foto cewek lengkap dengan nama dan umur mereka di balik foto-foto itu.
"Eh.. kamu mau yang mana?" tanya Agus kepadaku.
Kemudian aku melihat separuh foto-foto itu karena yang separuhnya sedang dilihat Agus. Tak lama setelah kami bertukar foto, aku memilih sebuah foto yang dibaliknya ada nama Calista dan masih berumur 20 tahun dan nampaknya masih "segar".
"Oke, silakan tunggu di kamar 30 dan 31!" jawab wanita itu sambil memberikan kunci kamar nomor 30 kepadaku.
Calista |
"Mau sama Mbak Calista ya Mas?" tanyanya.
"Iya.." jawabku sambil mengamati wajah dan tubuh yang hanya mengenakan kaos ketat tipis tanpa BH dan celana ketat pendek (sepertinya celana untuk senam).
"Mas baru pertama ya ke sini?" tanyanya menyelidik.
"Iya.. kok tahu?" sahutku.
"Iya, tahu dong kan yang masuk sini selalu saya perhatikan dan kebanyakan hanya om-om. Oh iya nama saya Dewi. Situ siapa?" tanyanya.
"Aku Marcel. Masuk yuk, di dalam kan lebih enak!" sambil membuka pintu kamar dan menutup setelah Dewi masuk.
Setelah berbincang dengan dia baru kutahu kalau dia anak pemilik warung yang tidak diperhatikan oleh orangtuanya karena sibuk dengan urusan warung, makanya dia berada di ruangan itu tanpa sepengetahuan orangtuanya. Tak berapa lama kemudian pintu kamar terbuka, ternyata Calista yang kupesan tadi.
"Maaf, lama menunggu ya," kata Calista.
"Udah dulu ya Mas, Mbak putri sudah datang, silakan bersenang-senang, apabila ada yang kurang di panggil aku saja, sambil memberi senyuman manja" kata Dewi.
"Lho, Dewi nanti kalau ibu tahu kamu bisa dimarahi lho," kata Calista.
"Cuek aja, yang penting bisa happy (sambil keluar dari kamar)," kata Dewi.
"Mas sudah lama nunggu ya?" tanya Calista.
"Ah enggak kok, lagian kan tadi ada Dewi yang menemani," kataku.
"Saya ke kamar mandi dulu ya, Mas buka saja dulu pakaiannya supaya lebih rileks," kata Calista.
Setelah Calista masuk kamar mandi, tanpa berlama-lama langsung kubuka baju dan celana sampai telanjang bulat. Sambil menunggu kuperhatikan kamar itu, ternyata itu adalah kamar Calista, di sana banyak foto Calista sedang in action. "Wah Mas kok nafsu banget, nggak pakai pemanasan?" tanya Calista menyadarkanku dari lamunan. Ternyata Calista sudah tidak memakai apa-apa kecuali handuk yang hanya mampu menutupi dadanya yang kalau dilihat dia berukuran 36D itu, dan daerah liang senggamanya hanya tertutupi oleh bulu kemaluan yang tidak terlalu lebat. Karena handuk yang di pakai tidak terlalu besar.
"Mas, kok ngelamun?" tanya dia lagi.
"Wah tubuhmu bagus sekali," jawabku.
Tanpa basa-basi kutarik tubuh itu dan kuciumi bibir tipis yang membuat wajahnya menjadi cantik. Calista tidak membalas ciuman pada menit pertama, tapi lama kelamaan dia mulai membalas ciumanku dengan sangat buas. "Mas rebahan di kasur ya! biar bisa isep itu," sambil menunjuk ke arah kemaluanku yang tak terasa sudah mulai menegang.
Aku langsung saja tiduran dan dia membuka handuk yang menempel tadi dan menjatuhkannya di lantai. Ternyata aku salah menilai susu yang besar itu, ternyata berukuran lebih dari 36D. Setelah menaiki kasur dia langsung menciumi bibirku dan perlahan mulai turun dan akhirnya dia mengulum batang kemaluanku yang berukuran sekitar 15 cm itu. Aku pun menikmati permainan itu, secara perlahan dia mulai menaikiku dan mengarahkan batang kemaluanku yang sudah siap perang ke arah lubang kemaluannya. "Bless.." dan, "Ah.." Calista mendesah sambil memejamkan matanya. Agak lama dia terdiam dan aku merasakan sesuatu yang memijit batang kemaluanku di dalam lubang kemaluannya. Dia mulai membuka mata dan menaik-turunkan pinggulnya.
"Ah.. ah.. ah.. Mass.. ah.. ennaaknyaa.. ah.." sambil terus menaik-turunkan pinggulnya. Sampai akhirnya dia menjerit "Mass.. aku.. mauu.. keluuarr.. ah.." kurasakan ada cairan yang menyemprot kemaluanku dengan derasnya. Namun aku masih belum bisa menerima perlakuan ini, aku ganti posisi sehingga aku berada di atas dan dia membuka kakinya lebar-lebar seakan menyambut kedatangan kemaluanku. "Ayo Mas, puaskan Mas, basahi memek ini Mas." Tanpa ba bi bu, aku langsung menggenjot dia sehingga dia mengalami klimaks yang kedua kalinya. Maklum Semenjak Calista di tinggal pacarnya, dia tidak dapat perlakuan yang sebanding dengan nafsu liarnya.
"Aaah.. aah.. aah.. Maass.."
"Liss.. aku.. su.. dah.. nggak.. kuaat.. ah.."
Kuakhiri kata-kata terakhir sambil memuncratkan spermaku ke dalam lubang kemaluannya. "Mas ini kuat sekali ya, aku belum pernah seperti ini," katanya sambil lubang kemaluannya memijit batang kemaluanku yang masih tegang di dalam. "Aku juga Lis, belum pernah merasakan yang seperti ini (hanya alasan supaya senang)." Dan kami melakukannya sekali lagi karena kemaluanku masih tegang dan aku pun tidak mau rugi untuk merasakan nkimatnya nge-sex ini, lalu dipijat terus oleh lubang kemaluannya, jadinya tidak bisa tidur walau sudah keluar.
Setelah selesai aku membersihkan diriku di kamar mandi. Selesai mandi aku keluar kamar dan melihat Calista tertidur, aku langsung saja keluar kamar, sebelum keluar tak lupa ku cium Calista (mungkin aku mulai menyukai Calista) dengan ada sedikit rasa sayang karena dia sudah memberikan aku kenikmatan untuk pertama kalinya. Setelah di luar eh... ternyata Agus sudah lama menungguku dan dia sudah membayar ongkos service tadi. Aku pun pamit dan berterima kasih pada Agus yang sudah mentraktir aku, waktu pun sudah malam dan besok masih ada pekerjaan yang menunggu di kantor.
Pada hari esok sore aku berjalan-jalan di sebuah pertokoan di dekat alun-alun. Kulihat jam sudah menunjukan pukul 18.00 dan perutku sudah mulai lapar. Ketika mencari sebuah rumah makan aku melihat ada seorang gadis yang duduk sendiri membelakangiku dan tampaknya gadis itu adalah Dewi anak dari yang punya WP, dan kusapa dia.
Dewi |
"Oh, Mas Marcel.." kata Dewi.
"Sendiri?" tanyaku.
"Nggak, sama teman," jawabnya.
"Sama pacar?" tanyaku lagi.
"Pacar? belum punya tuh, mas mau daftar?" katanya dengan nada memancing.
Tak lama kemudian ada sepasang muda-mudi yang bergandengan tangan ke arah kami.
"Mas kenalin ini teman saya Maman dan Erma," kata Dewi.
"Nama saya Marcel," kataku memperkenalkan diri.
"Saya Erma," kata Erma.
"Maman," kata Maman.
"Kok lama banget sih, kamu lagi pesan atau buat masakan?" tanya Dewi.
"Kan antri neng," kata Erma.
"Cel, kamu nggak pesan?" tanya Maman dengan akrab.
"Sudah tadi (ketika sedang berduaan)," kataku.
"Nan, kamu nanti ikut kami nggak? Berempat kan asyik," kata Erma.
"Tanya dulu dong, masa langsung angkut. Mas Marcel ada acara nggak?" tanya Dewi.
"Nggak ada," kataku.
"Mau ikut kami?" tanya Dewi.
"Ke mana?" tanyaku.
"Ada deh," kata Dewi.
"Boleh, lagian besok libur kantor, nganggur," kataku.
Sambil makan aku memperhatikan Erma yang tak kalah cantik dibanding Dewi, tingginya sekitar 165 cm, dadanya sekitar 34, kulitnya coklat, pinggulnya agak kecil (lumayan). Namun dari gaya berjalannya yang sedikit ngangkang, sepertinya Erma sudah sering "dipakai" oleh Maman, ah... bagi ku tak pusing memikirkan itu karena target aku adalah Dewi.
Setelah makan kami menuju ke areal parkir. Karena masing-masing bawa mobil (aku dan Maman) maka aku satu mobil sama Dewi karena dia yang tahu mau ke mana. Saat di dalam mobil dia banyak cerita tentang temannya yang akhirnya kutahu kalau mereka itu sedang berpacaran dan sudah bertunangan. Maka tak heran mereka sudah pernah melakukan hubungan sex sebelumnya. Ketika sedang melewati sebuah hotel, Dewi menyuruhku untuk berhenti dan masuk ke dalam hotel itu.
"Mau nginap?" tanyaku.
"Ya ke sini ini tujuan kita," kata Dewi.
Sambil mencari tempat parkir aku berpikir kalau aku sedang mendapat kejutan akan berkencan dengan seorang gadis yang cantik dan gratis karena dia yang mengajak. Setelah menemukan tempat yang aman dari teman sekantor, kami masuk ke dalam dan teman Dewi sudah memesan sebuah kamar VIP. Kami pun berjalan mengikuti belboy yang menunjukkan di mana kamar kami. Sesampainya di kamar, Maman memberi tip kepada belboy dan menutup pintu kamar. Kamar yang unik menurutku (karena belum pernah masuk), ada dua kasur besar di dalam dua ruangan tanpa pintu yang berseberangan, sebuah ruang tamu lengkap dengan TV, kulkas, AC dan sebuah meja kecil dengan telepon. Kami berempat duduk berpasangan di ruang tamu, aku dengan Dewi(sudah seperti berpacaran) dan Maman dengan Erma. Tanpa menunggu aba-aba Maman langsung menciumi Erma, dan kurasakan tangan Dewi mulai membelai pahaku. Aku pun langsung memeluk Dewi dan menciumi bibir sensualnya. Dewi pun membalas ciuman itu dengan buas dan liar bagai singa sedang memakan mangsanya. Kemudian Erma bertanya,
"Dew, kamu mau kamar yang mana?"
"Terserah deh, pokoknya ada kasurnya," kata Dewi.
"Aku masuk dulu ya," kata Erma.
"Aku juga ah.. nggak enak di sini," kata Dewi.
Sambil menarikku ke dalam kamar dan membaringkan aku dengan sedikit mendorong.
"Mas, aku akan servis kamu lebih dari yang pernah kamu alami kemarin," kata Dewi.
"Boleh aja, asal bisa tahan lama," tantangku.
Dewi membuka pakaiannya sambil melenggak-lenggokkan pinggul layaknya seorang penari striptease. Setelah pakaiannya habis di lucuti, dia pun segera berjongkok sambil menciumi dari pahaku menuju kebatang kemaluanku yang sudah tegak di dalam celana. Sambil menciumi dia membuka celana dan bajuku sampai telanjang bulat. Dia langsung menciumi dan menjilati kemaluanku yang sudah tegak berdiri dengan gagahnya.
"Mas besar sekali?" tanya Dewi.
"Tapi enakkan.." kataku.
"Iya.." katanya.
Kemudian kutarik tubuhnya sehingga aku dapat menciumi lubang kemaluannya dan dia tetap dapat mengulum kemaluanku. Posisi 69 yang kami pakai.
"Mas.. lidahnya.. nakal.. auw.. ah.." katanya sambil mendesah.
"Kamu juga pintar mainin lidah," kataku.
"Mas.. masukin.. aja.. ya.. aku.. pingin.. ini.. sudah lama ga merasakan kontol" kata Dewi.
Sambil memutar tubuhnya, sayub-sayub aku mendengar jeritan nikmat dari kamar seberang.
"Ah.. Mas.. nikmat.. Mas.. ah.." katanya ketika batang kemaluanku masuk dan sambil menaik-turunkan pinggulnya aku merasakan batang kemaluanku mendapat hisapan yang sangat kuat.
"Mas.. oh.. ah.. Mas.. enak.. ah.." desah Dewi.
"Ka.. muu.. juga.." selang agak lama dia mulai mempercepat genjotannya dan akhirnya dia orgasme.
"Ah.. Mas.. ah.. enak.."
Aku tahu dia sudah lemas, maka aku membalikkan tubuhnya sambil batang kemaluanku tetap di dalam dan mulai menggenjot tubuhnya.
"Oh.. Mas.. yang keras.. Mas.. ah.." dia berkata sambil mengangkat kedua kakinya sehingga aku dapat menciumi betisnya.
Tak berapa lama, "Mas.. aku.. mau kegh.. luar.. ah.. Mas.. nggak.. kuat.." teriaknya.
"Ta.. han.. sebentar ya.. aku.. juga.. hmmff," aku mempercepat gerakan dan akhirnya..
"Mas.. ah.. aku.. keluar.. Mas.. aagh.. hmmff.. hmmff.."
"Ah.. ah.. oh.."
Kami mengeluarkan secara bersamaan dan aku mencium keningnya dan dia pun membalas mencium dadaku sambil sedikit menggenjot secara halus untuk mengeluarkan sisa sperma yang belum keluar. "Plok, plok, wah hebat bener sampai Dewi harus dua kali keluar," kata Erma yang sedang memperhatikan kami, ternyata dia dan Maman sudah lama menonton pertandingan kami dan kami tidak menyadarinya.
Setelah membersihkan diri kami berkumpul di ruang tamu sambil berbincang tanpa sehelai benang yang menempel.
"Gimana Dew enak?" tanya Erma.
"Luar biasa Er, aku belum pernah seperti ini," kata Dewi.
"Kalau sama aku?" tanya Maman.
"Kamu sih nggak ada apa-apanya sama dia?" kata Dewi sambil menyandarkan kepalanya di dadaku.
"Masa?" tanya Maman.
"Iya, punya dia kan lebih besar dan lebih lama," kata Dewi.
"Kalau lama aku mungkin bisa kan biasanya melayani kalian berdua jadinya capek kan," kata Maman.
"Gimana kalau nanti kita tukar, aku sama mas Marcel dan kamu (Dewi) sama Maman," kata Erma.
"Wah rugi aku dapat Maman," kata Dewi.
"Menghina ya," kata Maman.
"Nggak pa-pa Dew, aku kan juga pingin ngerasain," kata Erma.
"Kamu mau nggak Mas?" tanya Dewi kepadaku.
"Boleh, tapi biasanya yang kedua lebih lama," kataku.
"Waduh, rugi dua kali nih," kata Dewi.
"Kamu kan kapan-kapan bisa berduaan lagi, kalau aku kan mau menikah," kata Erma.
"Iya deh," kata Dewi.
Erma |
Sedangkan Erma semakin buas dan segera mengulum batang kejantananku yang masih tidur dengan nyenyaknya. Aku pun menikmati perlakuan yang diberikan Erma kepada batang kejantanan yang sekarang setengah tiang itu. Sambil ku belai rambutnya seiring hisapannya yang sangat liar. Sepertinya Erma sangat ahli dalam hal mengulum, buktinya tidak lama kemudian adik kesayanganku itu terbangun dalam keadaan siap tempur. Aku menjadi tidak sabar dengan keadaan itu maka dengan nafsu yang besar kugendong tubuh Erma menuju ke kamar yang satunya lagi.
Di dalam kamar langsung kulempar tubuh itu ke atas kasur dan aku pun mulai menciumi daerah liang senggama Erma yang sudah terlihat sangat merangsang dan agak sempit dari punya Dewi. Dalam hati aku berpikir dapat durian runtuh ini. "Emh.. emh.. ahh.." tampaknya Erma mulai merasakan rangsangan yang aku berikan. "Mas.. aku.. pingin.. Mas.. ah.." setelah berkata, dia langsung membalikkan posisi badannya dan sekarang posisi kami saling berhadapan dengan dia di atas dan aku di bawah.
Dia mulai mengarahkan batang kemaluanku ke arah kemaluannya dan.. "Ahh.." amblaslah batang kemaluan yang lumayan besar itu. Erma sempat mendesah terlalu keras mungkin karena agak kesakitan dikarenakan kontol aku yang lebih besar dari Maman. Tanganku pun tak mau tinggal diam, meremas-remas buah dada yang sedang mengayun-ayun di atas dadaku. "Emh.. ah.." dia pun mulai memainkan pantatnya. Tak berapa lama dia mengejang dan menurunkan pantatnya sampai batang kemaluanku amblas tak terlihat, rupanya dia sudah orgasme, tapi dia tidak seperti habis orgasme tetap menaik-turunkan pantatnya malah semakin cepat.
Aku pun merasa nikmat yang luar bisa dan berbeda dengan yang pertama bersama Dewi, ternyata karena memek Erma yang agak kecil dan masih lumayan sempit. Dalam waktu yang agak lama aku sepertinya akan mencapai orgasme. Aku sempat bertanya kepada Erma, "aku keluarkan di luar ya...". Erma menjawab "sudah, gapapa mas di dalam aja... aku pakai spiral ini...". Setelah itu aku langsung mempercepat gerak aku, tak lama kemudian aku muncratkan sperma aku di dalam memeknya.
Kami pun tertidur kecapaian sambil kemaluanku tetap di dalam liang senggamanya dan kepalanya berada di dadaku. Erma sempat mencium kening aku, dan berkata aku baru pertama kali merasakan nikmat yang luar biasa mas. Dan setelah itu kami berempat tertidur, mungkin karena kecapekan. Esok harinya kami baru pulang ke rumah masing-masing, dan sejak kejadian itu aku tidak pernah bertemu dengan Erma lagi, begitu juga Dewi, entah kemana mereka, seolah hilang ditelan bumi. Maka aku pun hanya bisa membayangkan tidur bersama mereka berdua. Menjadi kenangan dan pengalaman terindah aku sepanjang hidup. Dan aku semakin sering datang ke warung barangkali bisa bertemu Dewi, dan pikirku kalaupun tidak bertemu masih ada keistimewaan dari warung itu, makan sambil ngeseks tentunya aku mau mencoba servis dari wanita lainnya.
Post a Comment